Selasa, April 08, 2008

Jalan Batuan Kali

Aku menoleh untuk memastikannya berjalan mengikuti di belakangku.
"Kamu nggak apa-apa, honi?" kakinya berdarah sedikit, tapi aku tahu honi-ku tidak mau kupapah apalagi kugendong. Dia menggeleng sambil mematrikan senyum manisnya di sepanjang bibirnya.
"Nggak apa-apa, sebentar lagi sampai, kan?" dia menyeka keringat yang terbit di dahi putihnya. Kubelai dengan selembar tissue, dia memegang tanganku mesra, berterimakasih.
Kami melanjutkan perjalanan.

Di ujung jalan, setelah tigapuluh menit berjuang berpeluh dan nafas yang sedikit panjang pendek menemani kami, kamipun sampai.

Tempat ini masih sealami dulu. Honi-ku tidak berkata-kata, hanya memandangi semua hal di depannya dengan intens, menyesap rasanya, dan aku ikut merasakan kekagumannya.

"Sudah enam tahun, Mas, dan tempat ini tidak berubah," ujarnya penuh kekaguman. Bentangan rumput kapas setinggi pinggang menaungi tepian anak sungai perawan. Kercik airnya memenuhi rongga dada, telinga, dan kepalaku. Dingin, segar. Aku memeluk pinggangnya.

"Dan kenangan tempat inilah yang membuat kita selalu kembali kan, hon?" dia menyandar manja di dadaku. Mengangguk kecil dan meletakkan tangannya di lingkaran tanganku.
"Siapa sangka ujung panjang perjalanan kita akhirnya di altar juga, ya?" desahnya.
"Belum akhir, hon..altar kita itu baru gerbang awal. Perjalanan yang sebenarnya di mulai setelah kita sepakat di depan altar itu. Dan itulah perjuangan kita..,"
"Iya mas..," darah di kaki honi-ku sudah mengering, dan kubasuh dengan air segar sungai. Dia menatapku dengan sayang.

"Siap sesi pemotretan, honi?" aku mengangsurkan sisir dan bedaknya, menyiapkan tripod, dan mencari angle yang paling istimewa untuk foto prewedding kami.

Tempat ini adalah tempat ciuman pertama kami enam tahun yang lalu. Dan tempat rahasia saat kami bertengkar, bermesraan, menangis, bercanda.. hanya kami yang tahu rimbunan cantik ini. Enam tahun bukan waktu yang singkat, dan sebentar lagi kami akan menikah. Di tempat ini aku dan honi-ku akan mengabadikan perjalanan pembelajaran kami dalam bingkai buatan kami sendiri. Hanya kami berdua, sejak awal bahtera dan mengarunginya.

Aku tersenyum melihat honi-ku berdandan di bawah pohon. Sungguh aku mencintainya.

"Sudah siap mas, coba ke sini, ada briefing sedikit untuk pemotretan ini..," dia melambai supaya aku mendekat. Kuletakkan tripod, menenteng kamera mendekatinya.

"Apa?" dia mendekatkan bibirnya.

"Aku mencintaimu..," bisiknya selembut kupu-kupu, seringan angin..

2 komentar:

Devie Carol mengatakan...

Wah.... cerita yang menyentuh. Cuma agak membingungkan mana yang cowok mana yang cewek. Honi itu cewek kah? hehehe...
Terus terang, emang godeliva handal mengungkapkan perasaan dan emosi dalam kata-kata, aku salut. Selalu puitis dan indah menghanyutkan tak terperikan sehingga hati mana yang tidak terusik (berlebihan....) hehehe.
Good writing, coba lebih deskriptif lagi yo...

GodelivaSilvia mengatakan...

hahaha..honi kan bedakan Dep..cewek lah :D aku mencoba bikin cerita dengan tokoh cowok tapi kurang ngegigit juga nih.. hiks..
thnks ya, next time will be better! muah